Jumat, 27 September 2013

@Ruangrindu

Alhamdulillah banget, BAB 1 skripsi  sudah di ACC sama pembimbing 1 dan pembimbing 2. sekarang nih udah mulai mau bimbingan BAB 2. Seharusnya dua pekan yang lalu aku udah mulai bimbingan bab 2, tapi emang karena banyak hal yang musti diselesaikan jadinya baru sempet kemarin hari Kamis ngadep dosen pembimbing 1. Dua minggu gak bimbingan itu rasanya kikuk banget. Sumpil...! Maklum Ibu dosenku yang pertama, orangnya perfeck, pinter masalah penelitian, dan banyak disegani mahasiswa boga. Apalagi aku belum nemu feel deket sama beliau. Pikirku sih, kal udah deket, terbuka, nantinya komunikasi pasti lebih lancar. Bersyukurnya dapat dosen pembimbing 1 seperti bu Ria itu, aku jadi banyak belajar, then pastinya aku ngerasa puas. karena setiap tahap dipastikan  skripsinya berkualitas.

 Hari Rabunya aku emang udah janjian sama bu Ria, Kamis pagi pukul 09.00 Ibunya sudah selesai ngajar.
dan pas waktu jam segitu, aku masih aja dikos, ga buru - buru berangkat. ehmm... masih ngumpulin energi.
tapi energi ku kok lama banget gak terkumpul. Akhirnya aku nekat berangkat dengan semangat 30 %.... --"
Ya Alloh, mahasiswa macam apa aku ini. Dengan semangat baru 30 %, kakiku tak paksa lari, menerobos jalan tikus menuju Kampus. Kelas udah kosong pas aku nyampe sana, bu dosen juga gak ada. Istighfar tiga kali lilissssssssss, eman - eman gitu  kalo pekan ini gak bimbingan. Aku tanya semua mahasiswa boga yang ada disitu. dan mereka - mereka pada bilang kalau, ibunya barusan udah pergi.......... wadaw kacau balau......!

Eh ga nyangkanya, pas aku nengok ke kiri. Ada sosok beliau yang sedang jalan kaki pelan. Langsung deh buru - buru tak kejar.

Olala, Ibunya bilang.
"Lilis kemana saja? saya sudah menunggu mu sejak tadi didepan fakultas"

Gleg. Aduh merasa bersalah banget aku. Terlambat 20 menit. Kok jadi dosen yang nunggu, bukan aku. Ya, kata maaf yang bisa  terucap dari mulutku. End dalam hati aku berjanji gak akan ngulang lagi. Dengan senang hati Ibunya itu mau bimbing, dan SAMA SEKALI gak marah. bersyukur banget aku, ibunya bisa kalem gini.
Ya Alloh emang kalo udah doa itu gak bakalan rugiiii....

Bimbingan hari kamis kemarin, very - very LANCAR, revisi BAB 2  gak banyak.  Love you bapak, Ibuk yang udah ndukung buat lilis kuliah. Love Alloh atas hariMu

Selasa, 24 September 2013

@RuangHati
Bulan baru.. Keluarga Baru…  Semangat Baru..
Alhamdulillah memasuki bulan baru bersama dengan keluarga baru. Tempat menetap ku masih di kos Ihwah Rosul 56, yang lumayan adhem, nyaman, dan bersih tentunya. Di sini aku ber sepuluh sama adek – adek ku, dan gak usah ditanya juga aku memang yang paling tua pemirsa….,  Dari sekian orang tersebut berasal dari jurusan yang beda - beda, tempat asal yang beda - beda, sifat yang beda - beda, karakter yang beda - beda, kebiasaan yang beda - beda, hobi beda – beda. Kebanyakan dari jurusan rempong alias jurusan PKK, PKK Tata Busana, Tata Boga, Tata Kecantikan. Oya, ada satu lagi jurusan yang super anti kuman alias IKM (Ilmu Kesehatan Masyarakat). Bedanya dulu penghuni IR 56 banyak yang dari pantura. Tapi kalo sekarang banyak yang berasal dari penjuru Timur, seperti Sragentina, Pacitan, Wonogiri (aku).
Nie adek – adekyu yang penghuni lama: Daryanti (Tata Busana), Kurniati Nurul Azizah (Tata Busana), Anita Sahara (Tata Kecantikan), Liz Erdhawati (Tata Busana). Ini yang baru dan unyu – unyu, Dwi Fitria Matahari (Tata Busana), Ayuk Mustika (Tata Boga), Dwi Rohmah Lestari (IKM), Agus Setyoningsih (Tata Busana).
Daryanti , adekku yang dari Tegal ini paling hobi dengerin lagu India. Sepanjang jahit baju buat tugas kampus, lagu lagunya Syahru khan yang nemenin. Pokoknya dimana ada yanti mesti ada lagu – lagu India. Tapi jangan salah, dia kalo ngaji itu tartil banget. Sampai saat ini, aku kalah dengan dia. Lanjut, ke dek Nia. Nama panjangnya emang Kurniati Nurul Azizah, tapi aku lebih suka manggil dek Nia sholihah, biar sekalian doain juga. Dek Nia itu gak pernah yang namanya pelit senyum, beda sama aku yang masih belajar buat rajin senyum. Selain gak pelit senyum dek nia itu ramah banget sama siapapun.
Lanjut ke adekku yang namanya Anita Sahara yang jurusan Tata Kecantikan. Bahagianya punya adek dari jurusan Tata Kecantikan itu, aku jadi gratis buat nyalon. Pernah dulu aku nyalon ke dia, krn emang di luar susah nyari salon buat akhwat (perempuan). Tapi sebelum aku request buat nyalon ke dia, mesti dia komentar duluan, “mbak nyalon nang aku gratis tapi mengko bar nyalon jajakke, bakso mini, sari roti, karo mie ayam” !!!!!  Podo wae ora gratis, tapi tambah bangkrut rek.. rek.. --"
Liz Erdhawati, orangnya selain pinter gambar, pinter jahit, juga pinter bkin puisi alias puitis tus. Semangat Tholabul ilminya tinggi banget apalagi jiwa organisasinya TOP BEGETE DEH . Padahal kondisinya gampang sakit, maklum dulu pernah operasi usus buntu, punya riwayat asma juga. Dulu pernah kumat asma, dari ceritanya sih katanya sampai susah nafas, dan badan dingin semua. Itu posisiku lagi  gak ada dikos. Semua anak kos nyari mobil riwa riwi buat nganter ke rumah sakit. Habis itu aku yang jatah nunggu full di rumah sakit, gentian sama mba erla. Pas di rumah sakit itu, SubhanAlloh sekali, aku kudu jadi orang yang strong, soalnya harus bener -  bener ketat jaga dia. Soalnya bahaya kalo dia makan gak terjaga, darahnya bakalan turun dan dia cepet drop. Pernah dulu mas mau tak anter ke kamar mandi RS, dia nya pingsan. Istigfar trus jadinya. Habis itu aku teriak teriak minta tolong perawat. Dianya digotong sama dua perawat ke tempat tidurnya lagi. Aku yang dimarahin suster, katanya jangan dibolehin ke kamar mandi. Trus kal mau buang air gimana??
Oke pemirsa lanjut ke beberapa adekku yang baru yang super duper ajaib. Dwi Fitria Matahari (Tata Busana)
emm kyaknya udah mulai start bimbingan nih, stop nulis dulu :-)

[Jeda] Kisah dalam Secangkir Kopi

MESKI kopi tubruk mungkin mulai tergeser, sebenarnya bukan berarti cara penyajian kopi di Tanah Air kehilangan keunikannya. Di berbagai tempat, kedai-kedai kopi tumbuh. Mereka tidak sekadar menjiplak gaya minum kopi dari Barat, tetapi juga membuat kreativitas dan kisahnya sendiri.

Salah satunya ialah tempat minum kopi di lantai dua Gedung Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Sanata Dharma, Sleman, DIY. Di ruang seluas sekitar 80 meter persegi itu terdapat sebuah meja panjang dengan deretan stoples kopi dan delapan kursi di hadapannya.

Meski ruangan masih cukup untuk belasan bahkan puluhan kursi lainnya, Firmansyah, pemilik tempat ngopi itu, tidak akan menambah 'pasiennya'. Disebut 'pasien' karena begitu memasuki ruangan itu pengunjung memang layaknya menghadap dokter.

Sebelum membuatkan kopi, Firmansyah akan bertanya kepada pembeli tentang kopi yang sehari-hari mereka minum, termasuk rasa kopi yang disukai hingga penyakit yang biasa dirasakan saat minum kopi. “(Minuman) kopi itu personal. Saya harus merekam selera pembeli yang datang karena setiap orang beda-beda. Karakter lambungnya orang beda-beda,” terang pria yang akrab disebut Pepeng itu. Pria 33 tahun itu pun menamakan kedai kopinya sebagai Klinik Kopi.

Setelah mendapatkan gambaran selera dan kondisi tubuh pembeli, Pepeng akan meracik menggunakan berbagai jenis kopi Nusantara, seperti gayo, temanggung, kintamani, hingga wamena. Bubuk kopi dimasak dengan alat modern yang sekaligus memisahkan ampas kopi.

Pepeng menyajikan seluruh kopinya tanpa gula. “Kopi dan gula memperberat kerja ginjal. Bayangkan, dalam segelas kopi, ada kopi dan gula, kemudian diminum ginjal akan bekerja sekitar tiga kali lipat hanya untuk mencerna kopi dan gula,” terangnya memberikan alasan.

Layaknya dokter, Pepeng juga dikenal jitu membuat 'resep' kopi bagi pasiennya. Hal itu dialami pula oleh Dani, yang pada awalnya datang hanya untuk melihat. Ayah satu anak itu menghindari kopi karena selalu merasa mulas jika meminum kopi merek apa pun.

Namun, malam itu Pepeng berhasil membujuknya dan membuatkan kopi yang tetap nyaman di perutnya. "Saya sendiri heran kok enggak mulas," ujar Dani.

Tidak hanya jumlah pengunjung yang dibatasi, para 'pasien' itu pun tidak diperkenankan merokok. Cara menikmati kopi ala Pepeng memang layaknya sebuah ritual khusyuk.

Demi menyesap kenikmatan kopi dengan sempurna, pengunjung harus berkonsentrasi pada hidangan di gelas itu. Merokok, membaca, atau aktivitas kongko lainnya seperti yang ada di banyak kedai kopi, bagi Pepeng, justru mengganggu menikmati kopi.

Pepeng baru akan riang hati melayani obrolan tentang kopi. Namun, itu pun hanya berlangsung sekitar 15 menit. Setelah itu, baik kopi telah tandas ataupun tidak ia akan menarik gelas.

Menurutnya, lewat dari 15 menit kopi sudah tidak nikmat. Namun, tampaknya aturan itu juga keharusan mengingat antrean di luar ruangan. Meski baru berdiri Juli, Pepeng dan kisah kopinya sudah cukup dikenal di pecinta kopi Yogyakarta.

Seperti di Yogya, di Kota Banda Aceh juga terdapat kedai kopi dengan penyajian unik. Kedai kopi Solong Coffee yang telah berdiri sejak 1974 terkenal dengan kopi yang disebut Ulee Kareng.

Cara penyajian kopi itu dimulai dengan penyangraian kopi selama 3 jam di atas bara api dari kayu bakar pilihan. Sebelumnya, biji-biji kopi pilihan disimpan terlebih dulu selama empat bulan.

Penyeduhan kopi pun dilakukan dengan cara unik, yakni kopi mendidih dimasukkan ke kain putih yang berfungsi sebagai saringan. Kemudian, sang barista mengangkat tinggi-tinggi sehingga cairan kopi yang menetes dari ujung kain akan tertampung ke dalam gelas hingga mengeluarkan buih berwarna karamel keemasan. Secara tak langsung, teknik itu menghilangkan ampas kopi.

"Teknik ini sudah dipakai sejak dulu. Pernah pakai cara lain, tapi hasilnya berbeda," kata Nurdin, seorang pegawai Solong Coffee, beberapa waktu lalu.

Ketepatan waktu pengangkatan kain dan penuangan kopi ialah hal mutlak sehingga aroma dan rasa tiap kopi tetap terjaga dan sama.

Kopi Ulee Kareng digemari warga biasa hingga pejabat. Saat bencana tsunami melanda Aceh pada 2004, kedai kopi itu pun menjadi tempat berkumpul wartawan dari berbagai penjuru dunia. (AT/Pol/M-4)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 22 September 2013